fbpx

Jangan Salah Langkah. Yuk! Pahami Panduan Lengkap Pajak Jual Beli Rumah Tahun 2024

Pajak jual beli rumah 2024

Dalam proses penjualan rumah tentunya ada landasan hukum yang harus kita pelajari. Proses ini tidak hanya melibatkan pertukaran fisik properti tetapi juga mencakup berbagai kewajiban pajak yang memengaruhi pemilik dan pembeli. Pajak jual beli rumah merupakan elemen krusial dalam ekosistem properti. Pemahaman yang baik terhadap aspek ini dapat memberikan keuntungan signifikan bagi semua pihak yang terlibat.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan dalam regulasi pajak properti telah menjadi sorotan utama, memunculkan kebutuhan akan pemahaman yang mendalam dalam menghadapi dinamika ini. Pemilik properti dan calon pembeli harus mampu navigasi melalui peraturan-peraturan yang terus berkembang untuk mengoptimalkan manfaat finansial mereka sekaligus mematuhi kewajiban hukum.

 

Baca juga: Jangan Sampai Salah! Berikut 7 Feng Shui Rumah Yang Bikin Hoki

Jenis Pajak Jual Beli Rumah?

Sebelum melakukan transaksi jual beli properti, kalian harus memiliki pemahaman yang matang terhadap dasar-dasar pajak. Dalam konteks pajak jual beli rumah, pemilik properti dan calon pembeli perlu menyadari sejumlah elemen penting yang dapat mempengaruhi keuangan mereka secara signifikan. Pajak ini melibatkan tiga aspek utama, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada rumah baru, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terkait dengan peralihan properti, dan Pajak Penghasilan (PPh) atas keuntungan kapital dari penjualan properti. Keterlibatan setiap elemen ini dapat memiliki dampak yang berbeda pada keputusan finansial dan strategi investasi. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk membahas secara rinci setiap aspek pajak tersebut, memberikan pemahaman yang komprehensif bagi mereka yang ingin menjelajahi dunia transaksi properti.

 

Pajak Jual Beli Rumah Bagi Pembeli

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Untuk Rumah Baru.

PPN adalah pajak yang dikenakan pada transaksi jual beli rumah baru dan berperan sebagai komponen signifikan dalam menentukan total biaya akuisisi properti. Tarif PPN sendiri dapat bervariasi tergantung pada harga properti yang dibeli. 

Sebagaimana telah diketahui, pemerintah telah meluncurkan program subsidi yang mencakup pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru melalui Peraturan Menteri Keuangan PMK 120/2023. Program ini telah dimulai sejak November 2023. Skema program ini mencakup pembebasan PPN DTP sebesar 100% untuk pembelian rumah yang harganya kurang dari Rp2 miliar selama periode serah terima November 2023 hingga Juni 2024. Selanjutnya, serah terima bulan Juli hingga Desember 2024, pembeli akan mendapatkan subsidi PPN DTP sebesar 50%.

Nah! kabar baiknya, Subsidi PPN DTP juga diberikan pada pembelian rumah baru dengan harga hingga Rp5 miliar. Namun, pembebasan PPN DTP sebesar 100% hanya berlaku untuk Rp2 miliar pertama.

Biar ga bingung, yuk simak perhitungan simulasi program subsidi PPN DTP:

 

Skenario 1 untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar

Pak Budi membeli rumah tapak siap huni  dari developer pada bulan Desember seharga Rp 1.500.000.000 ( satu milyar lima ratus juta rupiah). PPN yang wajib dibayarkan oleh Bapak Budi adalah 11%, maka Bapak Budi memiliki kewajiban membayar PPN sebesar 11% x Rp 1.500.000.000 = Rp 165.000.000

Oleh karena serah terima dilakukan di Maret 2024, maka Bapak Budi mendapatkan pembebasan PPN 100%, yakni Rp 165.000.000. Dengan kata lain, Bapak Budi membayar PPN sebesar Rp 0.

 

Skenario 2 untuk pembelian rumah di bawah Rp 5 miliar

Ibu Feni membeli sebuah apartemen siap huni dari developer pada bulan Desember seharga Rp 4.500.000.000 ( empat milyar lima ratus juta rupiah). PPN yang wajib dibayarkan oleh Ibu Feni adalah 11%, maka Ibu Feni memiliki kewajiban membayar PPN sebesar 11% x Rp 4.500.000.000 = Rp 495.000.000

Oleh karena serah terima dilakukan di Maret 2024, maka Bapak Budi mendapatkan pembebasan PPN 100% untuk Rp 2 milyar pertama, yakni Rp 220.000.000. Sementara sisanya Ibu Fenia wajib membayarkan sebesar Rp 495.000.000 – Rp 220.000.000 = Rp 275.000.000. Dengan kata lain Ibu Feni wajib membayarkan PPN sebesar Rp 275.000.000

 

Pemahaman terhadap perhitungan PPN sangat penting untuk menghindari kejutan finansial yang tidak diinginkan. Pembeli perlu memahami bagaimana tarif PPN diaplikasikan dan bagaimana proses perhitungan dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam transaksi properti. Hal ini melibatkan pemahaman tentang besaran persentase tarif PPN, nilai properti yang menjadi dasar perhitungan, dan cara efektif mengelola biaya akuisisi agar sesuai dengan anggaran. Dengan memahami PPN atas rumah baru secara mendalam, calon pembeli dapat membuat keputusan finansial yang lebih terinformasi, melibatkan diri dalam transaksi properti dengan lebih cerdas, dan mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dalam perjalanan kepemilikan rumah baru.

 

Baca juga: Biaya-Biaya Jual Beli Rumah di Indonesia: Panduan Lengkap untuk Calon Pemilik Rumah

2. Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Selain PPN, Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi aspek yang krusial dalam transaksi peralihan hak atas tanah dan bangunan di dunia properti. BPHTB dikenakan sebagai pajak yang harus dibayar pada setiap peralihan properti, baik itu rumah tinggal, komersial, atau industri. 

Rumus menghitung BPHTB adalah:

Nominal BPHTB = Tarif BPHTB x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP Daerah)

NPOPTKP berbeda-beda tiap daerah. Untuk wilayah Jakarta, besar NPOPTKP adalah Rp 80.000.000, sedangkan wilayah Detabek lainnya sebesar Rp 60.000.000.

 

Skenario 1 untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 Miliar

Jika Bapak Budi membeli rumahnya di Tangerang dengan dengan harga sebesar Rp 1.500.000.000, yang berarti NPOPnya adalah Rp 1.500.000.000. BPHTB yang wajib dibayarkan adalah: 5% x (Rp 1.500.000.000 – Rp 60.000.000) = 5% x Rp 1.440.000.000 = Rp 72.000.000

 

Skenario 2 untuk pembelian rumah di bawah Rp 5 Miliar

Rumus perhitungan BPHTB berlaku sama untuk semua jenis hunian dan rentang harga. Yang membedakannya hanyalah nilai NPOPTKP saja yang mana bergantung daerah unit hunian berada.

Oleh sebab itu, BPHTB untuk contoh apartemen Ibu Feni yang unitnya ada di Jakarta adalah: 5% x (Rp 4.500.000.000 – Rp 80.000.000) = Rp 221.000.000

 

Penting dicatat bahwa Pembayaran BPHTB biasanya dilakukan dalam waktu tertentu setelah akta jual beli dibuat. Kewajiban untuk membayar BPHTB ini penting untuk dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi properti, karena ketidakpatuhan dapat mengakibatkan sanksi atau masalah hukum.

 

Pajak Jual Beli Rumah Bagi Penjual (Developer)

1. Pajak Penghasilan (PPH)

Rumah ataupun properti sebagai objek jual beli dikenakan sebagai objek pajak oleh negara. Dalam hal ini, penjual dikenakan PPH atas penjualan rumah tersebut. Besarnya PPH adalah 2,5%  atas NPOP rumah tersebut. 

Sebagai contoh, jika disepakati sebuah rumah dijual dengan harga Rp 1.500.000.000, maka penjual rumah wajib membayarkan PPH sebesara: 2,5% x Rp 1.500.000.000 = Rp 37.500.000

2. Pajak Bumi Bangunan (PBB)

PBB adalah jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh pemilik rumah ataupun properti. Nominal yang wajib dibayarkan dapat dilihat pada berbagai aplikasi pembayaran pajak seperti Tokopedia, LinkAja, dan lain sebagainya. Kamu cukup memasukkan NOP dan tahun yang diinginkan. Setelahnya, aplikasi tersebut akan menunjukkan total tagihan PBB yang wajib kamu bayarkan

PBB ini wajib kamu lunasi sebelum menjual rumah/unit. Jika tidak, transaksimu tidak dapat dilanjutkan oleh sistem.

Demikianlah beberapa jenis pajak yang wajib kamu bayarkan baik sebagai pembeli maupun penjual. Semoga tulisan ini dapat memberikan pemahaman kepadamu mengenai berbagai jenis pajak saat transaksi jual beli rumah di tahun 2024. 

Jika kamu tertarik membeli rumah di Solo, sebaiknya kamu teliti dalam memilih developer rumah tersebut. Pilihlah developer yang terpercaya dengan legalitas aman. Khusus di Solo, Menara Santosa bisa menjadi salah satu developer pilihan kamu.

EXCLUSIVE! Chat WhatsApp untuk mendapatkannya